Kepercayaan Kejawen



Kepercayaan Kejawen
Oleh : Berti Puspa Diani

            Dikutip dari berbagai sumber, kejawen adalah ajaran, aliran, filsafat dan kepercayaan orang Jawa terutama Jawa Tengah dan Jawa Timur, dimana acuan kepercayaannya terhadao ajaran-ajaran leluhur mereka. Kepercayaan kejawen sangat berhubungan dengan adat dan kepercayaan Jawa seperti seni, budaya, tradisi, ritual, sikap dan filosofi orang Jawa, dimana ajaran ini sering disalah artikan sebagai agama semana mestinya agama monoteistik seperti agam Islam dan Kristen, namun menurut para penuturnya mereka tidak mengganggap ajaran kejawen sebagai agama melainkan sebagai cara pandang, nilai-nilai yang dibarengi dengan laku yang mirip seperti ibadah.
            Inti ajaran kejawen yakni Sangkan paraning duwadhi (dari mana datang dan kembalinya hamba Tuhan) sehingga para penutur-penuturnya sangat taat dan patuh terhadap ajaran-ajarannya dan enggan untuk melanggarnya. Dan muncul manunggaling kawula gusti (penyatuan hamba dengan Tuhan), hamba telah menyatu dengan Tuhan secara wujud namun bukan berwujud atau menyerupai Tuhan melainkan setiap di dalam tubuh manusia terdapat roh-roh yang diciptakan dan diberikan oleh Tuhan sehingga roh itu akan kembali lagi ke sang pencipta. Aliran ini juga berisi tentang tata cara penyembahan tertinggi kepada Tuhan yang maha Tinggi karena meskipun kejawen bukan sebuah agama namun kejawen tetap berlandaskan pada ajaran agama yang dianut oleh para filsuf Jawa (wikipedia Indonesia).
            Tidak ada yang tahu awal mula munculnya kepercayaan kejawen, namun ada dokumen yang menyatakan bahwa kepercayaan kejawen mulai berkembang pada zaman hindunisme dan budhisme, dan pada abad ke-15, pada saat kerjaan Majapahit mulai runtuh, ajaran kejawen disebut-sebut sebagai kepercayaan yang musyrik dan menjerumuskan penuturnya kepada kesesatan.
            Pada ajaran kejawen terdapat simbol/laku seperti perangkat adat asli Jawa (keris, wayang, mantra, bunga dengan melambangkan simbol-simbol tertentu) dan sering melakukan ritual ritual tertentu, puasa-puasa ataupun tapa/semedi dibawah pohon-pohob besar dan sebagainya sehingga banyak orang yang menyebutkan ritual-ritual itu mendatangkan kekuatan-kekuatan gaib dan sering disalah gunakan untuk praktik-praktik dukun dan pengobatan.
Puasa dan bertapa dianggap sebagai proses peningkatan spiritual seseorang bagi para penuturnya. Sama hal nya dengan agama-agama lain (Islam dan Kristen), puasa juga dapat membuat/meningkatakan nilai spiritual seseorang dan dapat mendatangakan banyak manfaat bagi tubuh, dan dapat mengeluarkan energi negatif dalam diri manusia dengan proses yang tidak kita duga.
            Modal awal dalam ajaran kejawen ini adalah mengenali jati diri sendiri, karena setelah mengenali jati diri mereka dengan mudah melakukan dan memahami aspek-aspek kehidupan dengan baik. Ajaran ini juga sangat mengedepankan pemikiran-pemikiran yang logika atau masuk akal.
            Ada dua macam ancaman di dalam ajaran kejawen yakni hawa nepsu dan pamrih. Hawa napsu/nepsu sebagai perasaan kasar dari 9 unsur di dalam diri manusia.
Penutup. Meskipun zaman semakin maju, kepercayaan kejawen yang merupakan keyakinan masyarakat zaman dahulu namun kepercayaan kejawen masih banyak penutur-penutur setianya yang tersebar di sekitaran pulau Jawa.


Sumber :


            Zettira Zara.2009. Samsara. Erlangga. Jakarta.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Babangkongan, Permainan Tradisional dari Kabupaten Bandung yang Hilang ditelan zaman

Asal Usul Cikuya

Surak Sawah Dadap