Tari ronggeng gunung ciamis

Tari ronggeng gunung ciamis
oleh: cecep saepuloh

Tari ronggeng gunung salah satu tarian tradisional jawa barat tepatnya di daerah ciamis. Tarian ini seperti tarian ronggeng pada umumnya namun memiliki nilai-nilai yang sangat sakral. Tarianinijugadiringi music gamelan dan nyanyian sinden atau disebut juga dengan “ngawih” dalam bahasa sunda. Para penari beriaskan sanggul dan brukat dengan hiasan dari bunga dikepalanya, para penari juga menggunakan selendang atau sampur untuk aksesoris menarinya. Tarian ini merupakan tarian kelompok yang berisikan satu penari perempuan dan tiga penari laki-laki atau pun dengan formasi berpasang-pasangan. Tarian ini merupakan tari klasik tradisional dan juga merupakan tari yang masuk ke dalam jenis sendratasik (seni drama dan tari klasik). Tarian ini sendiri muncul dari sebuah dongen atau cerita rakyat setempat tentang dendam seorang permaisuri.

Asal usul tari ronggeng gunung
Seorang ratu bernama dewi samboja, putri ke 38 prabu siliwangi yang ditinggalkan oleh suaminya sang raja yaitu angkalarang yang terbunuh oleh para perompak yaitu kalasa mudra. Sang ratu sangatlah sedih ketika mendengar kabar tersebut. Prabu siliwangi memberi wangsit terhadap dewi samboja untuk mengubah namanya menjadi dewi rengganis dan membalas kematian angkalarang untuk membunuh kalasa mudra. Kesedihannya telah berubah menjadi dendam untuk membalas kematiansuaminya. Sang ratu bersama para dayang-dayang kerajaannya menyamar menjadi seorang penari ronggeng atau nini bogem dalam rencana dendamnya. Karena wangsititulah dewi sam boja mulai belajar menari ronggeng dan seni beladiri. Singkat cerita dewi samboja dan para dayang pergi ketempat kalasamdura. Saatitukala samudra sedang dalam keadaan mabuk dan menjadi kesempatan besar bagi dewi samboja untuk membalas dendam. Dewi samboja pun menari bersama para perompak. Dengan selendang mereka menghanyutkan para perompak. Saat para perompak terhanyut dalam tarian dewi samboja dan para dayangnya pun menusuk mereka dengan sebilah pisau. Akhirnya den dam dewi samboja terbalaskan.
            Di zaman sekarang tarian ronggeng gunung sering ditampilkan pada acara-acara upacara adat untuk pernikahan. Sebelum malakukan pertunjukkan biasanya mereka menyiapkan “sasajen”. Warisan budaya ini patut kita lestarikan. Karena setiap budaya dan kesenian daerah tidak pernah luput dari makna dan kebijaksanaan daerah.

Sumber: hasilwawancara. Riska Amelia SPd. 14 juli 2015.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Babangkongan, Permainan Tradisional dari Kabupaten Bandung yang Hilang ditelan zaman

Asal Usul Cikuya

Surak Sawah Dadap